PERIODE TAHUN 1909 – 1942

Periode ini melahirkan generasi perdana yuris Indonesia, dan awal dari pendidikan tinggi hukum. Awalnya terdidik untuk menjawab kebutuhan kolonialisme, mereka berhadapan dengan Zeitgeist, dan bereaksi dengan pertanggungjawaban intelektual. Kehidupan civitas academica yang dinamis melahirkan jiwa-jiwa revolusioner yang menjadi bapak pendiri bangsa.

Gambar: Foto Hoesein Djajadiningrat [koleksi Tim Buku Sejarah FHUI]

Petisi Djajadiningrat

Pendidikan tinggi hukum yang kita kenal sekarang dapat ditarik ke secarik surat tertanggal 21 November 1903. Surat tersebut memuat petisi Bupati Serang Raden Tumenggung Aria Achmad Djajadiningrat kepada Gubernur Jenderal Willem Rooseboom terkait dengan keinginan salah seorang adiknya, Hoesein, untuk menjadi hakim. Hosein ketika itu sedang menempuh pendidikan HBS di Batavia di bawah pimpinan Dr. C. Snouck Hurgronje. Ia menganjurkan kepada Djajadiningrat agar Hosein melanjutkan pendidikan di Belanda. Untuk mendapatkan kepastian akan masa depan Hosein, melalui surat tersebut Djajadiningrat bertanya kepada Gubernemen, apakah orang-orang pribumi yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dapat ditempatkan dan diangkat dalam jabatan-jabatan di lingkungan peradilan? Balasan dari Algemene Secretaris tertanggal 27 Juni 1904 menyatakan bahwa petisi tersebut telah menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lain, sehingga tidak mungkin dijawab dan diputuskan segera.

Hurgronje kemudian memberitahu Djajadiningrat bahwa Petisi tersebut mendorong terbentuknya Regeringscommisie di mana ia ditunjuk sebagai ketua. Komisi ini bertugas untuk menyelidiki kemungkinan mendirikan sekolah pendidikan bagi sarjana hukum pribumi di Hindia Belanda. Sebelum jawaban yang tegas tiba, Hosein sudah lulus dari HBS dan melanjutkan studi pada Gymnasium di Leiden. Petisi tersebut mendapatkan jawaban langsung dari Ratu Belanda Wilhelmina yang menyatakan bahwa seorang pribumi yang telah cukup ilmu pengetahuannya seperti disyaratkan undang-undang jangan ditolak untuk memenuhi suatu jabatan hakim hanya karena ia seorang pribumi. Jawaban tersebut menjadi dasar dari Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 63 tanggal 9 Desember 1905. Urung studi hukum, Hosein meraih doktor dalam ilmu bahasa dan sastra Hindia Belanda di Universitas Leiden tanggal 3 Mei 1913 dengan predikat cum laude. (Yu Un Oppusunggu)

Regeringscommisie: Komisi Pemerintah
cum laude: dengan pujian

Progenitor

Opleidingsschool voor Inlandsche Rechtskundingen (OSVIR) adalah progenitor pendidikan tinggi hukum di Indonesia. Gubernur Jenderal Johannes Benedictus van Heutsz menghadiri pembukaan sekolah menengah kejuruan ini, yang merupakan sebagian jawaban atas Petisi Djajadiningrat, pada 26 Juli 1909. Pembukaan mengambil tempat di Koningsplein Zuid 10, Weltevreden – bekas gedung sekolah swasta Instituut Beck en Volten, sekarang Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10, Lembaga Pertahanan Nasional. Gedung ini menjadi sekolah dan internat siswa, sampai Pemerintah Kolonial membangun gedung baru di Pegangsaan Oost 17, sekarang Jl. Pegangsaan Timur No. 17, dan digunakan sebagai hotel.

Tujuan utama dari tinggal di asrama adalah pembentukan karakter dan moral rechtsscholieren sebagai kaum terpelajar agar kelak ketika kembali ke tengah-tengah masyarakat pribumi mereka mempunyai sikap yang tangguh dalam bertugas. Jika siswa memilih tidak tinggal di asrama, mereka harus indekos di rumah keluarga Eropa, yang ditentukan dan dipantau oleh Commissie van Toezicht. Seperti Sekolah Dokter Jawa, OSVIR menetapkan syarat masuk yang disesuaikan dengan kondisi di Hindia Belanda. Awalnya OSVIR hanya terbuka bagi anak muda dari Jawa dan Madura.

Tahun 1922 bersamaan dengan pergantian nama OSVIR menjadi Rechtsschool, kebijakan ini berubah dan anak muda dari semua bangsa dapat menjadi siswa di sekolah ini. Setelah Rechtshoogeschool berdiri Rechtsschool menjalani phase-out. Pemerintah Kolonial secara resmi menutup Rechtsschool pada 18 Mei 1928. (Yu Un Oppusunggu)

Progenitor: Pelopor
Commissie van Toezicht:  Komisi Pengawas
Opleidingsschool voor Inlandsche Rechtskundingen: Sekolah Pendidikan bagi Ahli Hukum Pribumi
Rechtshoogeschool: Sekolah Tinggi Hukum
Rechtsschool: Sekolah Hukum
Rechtsscholieren: Para siswa hukum

Gambar: Rechtsschool, Jl. Pegangsaan Timur No. 17, dari Udara, ca. 1928
Sumber: Gedenkboek Rechtsschool 1909-1929

Gambar: Asrama Mahasiswa, Jl. Pegangsaan Timur Nol 17
Sumber: De Koninklijke Akademie van Wetenschappen, Universiteiten en Hoogescholen in Nederland en Nederlandsch-Indië (1930)

Gambar: Teks Batu Prasasti yang terletak di Rechtsschool
Dia mematahkan prasangka bahwa orang-orang Pribumi tidak dapat dipercayakan dengan kewenangan mengadili yang independen. “Itu adalah Kehormatannya”

Leiden Connection

Siswa perdana OSVIR terdiri dari 11 orang di voorbereidende afdeeling, dan 6 orang untuk rechtskundige afdeeling. Mereka adalah putra orang pribumi yang menjadi pejabat pemerintahan atau dokter jawa. Tiap afdeeling menghabiskan waktu studi tiga tahun. Jumlah maksimum siswa untuk kedua bagian ini adalah 72 orang. Di bagian persiapan siswa menempuh antara lain mata pelajaran Nederlandsche taal en letterkunde, algemeene geschiedenis, dan wiskunde.

Selanjutnya di bagian ahli hukum mereka antara lain mempelajari Algemeene inleiding tot de rechtswetenschap, Nederlandsch-Indisch materieel strafrecht, dan het Burgerlijk Wetboek en enkele gedeelten van het Wetboek van Koophandel. Tahun 1912, OSVIR menghasilkan enam orang lulusan perdana, yang memulai studi dari bagian ahli hukum, dengan R. Soedirman sebagai alumnus pertama. Alumni langsung mendapatkan penempatan di lingkungan landraad. Umumnya lulusan OSVIR/Rechtsschool melanjutkan studi ke Universitas Leiden untuk gelar Mr. (meester in de rechten). Sebagian dari mereka berhasil sampai meraih Dr. (doctor in rechtswetenschap). Setelah berhasil mempertahankan disertasi berjudul Vernietiging van Dorpsbesluiten in Indië pada 29 Juni 1922, Gondokoesoemo menjadi alumnus pertama yang meraih doktor dengan Prof. Cornelis van Vollenhoven sebagai promotor.

Guru besar termasyhur ini juga membimbing disertasi antara lain Koesoemah Atmadja, Enda Boemi, Soepomo, dan Soeripto. Setelah Rechtshoogeschool berdiri, para alumni mempunyai opsi untuk studi lebih lanjut. Mereka menjadi generasi perdana yuris Indonesia. (Yu Un Oppusunggu)

Afdeeling: Bagian
Algemeene Geschiedenis: Sejarah Umum
Algemeene Inleiding tot de Rechtswetenschap: Pengantar Umum  Ilmu Hukum
Doctor in rechtswetenschap:  Doktor Hukum
Het Burgerlijk Wetboek en Enkele Gedeelten van het Wetboek van Koophandel: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Beberapa Bagian Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Landraad: Peradilan Pribumi
Meester in de rechten: Sarjana Hukum
Nederlandsch-Indisch Materieel Strafrecht: Hukum Pidana Materiel Hindia Belanda
Nederlandsche Taal en Letterkunde: Bahasa dan Sastra Belanda
Rechtskundige afdeeling: Bagian ahli hukum
Vernietiging van Dorpsbesluiten in Indië: Pemusnahan Keputusan Desa di Hindia
Voorbereidende afdeeling: Bagian persiapan
Wiskunde: Matematika

Gambar : Mantan siswa Rechtsschool di Leiden
Duduk di lantai dari kiri ke kanan: Sartono, Singgih, Boediarto; duduk di baris kedua dari kiri ke kanan: Zainal Abidin, Iskak Tjokrohadisoerjo, Gondokoesoemo, Had, Achmad, Moekiman; berdiri di baris ketiga dari kiri ke kanan: Iwa Koesoema Soemantri, Koesnoen, Soedibjo Dwidjosewjo, Notosoebagio, Soewono, Oerip Kartodirdjo, Soebroto, Alimoedin; berdiri di baris keempat dari kiri ke kanan: Soejoedi, Soetikno, Soesanto Tirtoprodjo, Gatot, Koesoemah Atmadja, Soedirman, Sastromoeljono.
Sumber : KITLV

Gambar: Pengurus Ikatan Alumni Rechtsschool mulai tahun 1928
Sumber: Gedenkboek Rechtsschool 1909-1928

Rechtshoogeschool te Batavia

Pola pendidikan pejabat peradilan melalui Rechtsschool dan universitas di Belanda tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan Pemerintah Kolonial akan sumber daya manusia yang mumpuni. Berdasarkan masukan Commissie tot Hervorming van de Inlandsche Rechtsschool, Pemerintah Kolonial mendirikan Rechtshoogeschool. Pada tanggal 28 Oktober 1924, seperti pendahulunya, Gubernur Jenderal Mr. Dirk Fock menghadiri pembukaan Rechtshoogeschool di Balai Sidang Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, sekarang Museum Nasional.

Paul Scholten memberikan pertanggungjawaban dan menjabarkan visinya untuk Rechtshoogeschool sebagai perguruan tinggi. Guru besar beken Universitas Amsterdam ini mendapatkan amanat dari Menteri Urusan Kolonial untuk menyiapkan pendirian Rechtshoogeschool dalam waktu yang relatif singkat. Selain diperhadapkan pada polemik tentang standar pendidikan yang harus diberikan kelak, ia juga mendapatkan desakan dari warga Bandung agar Rechtshoogeschool berkumpul di Kota Kembang dengan Technischehoogeschool. Scholten merancang kurikulum yang mengkombinasikan mutu dan kebutuhan. Ia memilih Batavia sebagai lokasi kampus agar mahasiswa Rechtshoogeschool dapat memanfaatkan koleksi perpustakaan Bataviaasch Genootschap, dan berinteraksi dengan Sekolah Dokter Jawa dalam penyelidikan keilmuan mereka.

Selain itu, Scholten juga berharap para hakim Hoogerechtshof dapat membantu mengisi formasi dosen. Demikian Scholten menolak permintaan warga Bandung, dan Batavia menjadi Kota Universitas. Tanggal ini diperingati sebagai dies natalis Fakultas Hukum Universitas Indonesia. (Yu Un Oppusunggu)

Commissie tot Hervorming van de Inlandsche Rechtsschool: Komisi untuk Reformasi Sekolah Hukum Pribumi
Hoogerechtshof: Pengadilan Tinggi
Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen: Masyarakat Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Kerajaan di Batavia
Technischehoogeschool: Sekolah Tinggi Teknik, kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung

Gambar : Publikasi Pembukaan Sekolah Tinggi Hukum di Batavia pada 28 Oktober 1924

Rechtshoogeschool te Batavia

Pola pendidikan pejabat peradilan melalui Rechtsschool dan universitas di Belanda tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan Pemerintah Kolonial akan sumber daya manusia yang mumpuni. Berdasarkan masukan Commissie tot Hervorming van de Inlandsche Rechtsschool, Pemerintah Kolonial mendirikan Rechtshoogeschool. Pada tanggal 28 Oktober 1924, seperti pendahulunya, Gubernur Jenderal Mr. Dirk Fock menghadiri pembukaan Rechtshoogeschool di Balai Sidang Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, sekarang Museum Nasional.

Paul Scholten memberikan pertanggungjawaban dan menjabarkan visinya untuk Rechtshoogeschool sebagai perguruan tinggi. Guru besar beken Universitas Amsterdam ini mendapatkan amanat dari Menteri Urusan Kolonial untuk menyiapkan pendirian Rechtshoogeschool dalam waktu yang relatif singkat. Selain diperhadapkan pada polemik tentang standar pendidikan yang harus diberikan kelak, ia juga mendapatkan desakan dari warga Bandung agar Rechtshoogeschool berkumpul di Kota Kembang dengan Technischehoogeschool. Scholten merancang kurikulum yang mengkombinasikan mutu dan kebutuhan. Ia memilih Batavia sebagai lokasi kampus agar mahasiswa Rechtshoogeschool dapat memanfaatkan koleksi perpustakaan Bataviaasch Genootschap, dan berinteraksi dengan Sekolah Dokter Jawa dalam penyelidikan keilmuan mereka.

Selain itu, Scholten juga berharap para hakim Hoogerechtshof dapat membantu mengisi formasi dosen. Demikian Scholten menolak permintaan warga Bandung, dan Batavia menjadi Kota Universitas. Tanggal ini diperingati sebagai dies natalis Fakultas Hukum Universitas Indonesia. (Yu Un Oppusunggu)

Commissie tot Hervorming van de Inlandsche Rechtsschool: Komisi untuk Reformasi Sekolah Hukum Pribumi
Hoogerechtshof: Pengadilan Tinggi
Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen: Masyarakat Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Kerajaan di Batavia
Technischehoogeschool: Sekolah Tinggi Teknik, kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung

Gambar : Paul Scholten
Sumber : Paul Scholten Project, Amsterdams Universiteitsfonds

Gambar : Publikasi Pembukaan Sekolah Tinggi Hukum di Batavia pada 28 Oktober 1924

Vivant Professores!

Profesor adalah jabatan, bukan gelar akademis. Ketika berdiri Rechtshoogeschool mempunyai sembilan guru besar yang terdiri dari hoogleeraar dan buitengewone hoogleeraar. Sebelum menjabat, delapan dari mereka adalah alumni atau guru besar di Leiden, dengan tiga orang merupakan promovendus van Vollenhoven. Mereka membentuk “Fakultas”. Secara bergiliran, seorang menjadi Voorzitter, dan seorang lainnya sebagai Secretaris. Rerata usia mereka adalah 37 tahun. Rechtshoogeschool juga mempunyai lector, dan buitengewone lector, kemudian personen aan wie een onderwijsopdracht is verstrekt, sebagai dosen. Gubernur Jenderal mengangkat dan memberhentikan para dosen, lengkap dengan vak yang mereka ampu. Setelah Proklamasi, profesor diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden.

Kemudian, kewenangan ini diberikan kepada Menteri Pendidikan. Jika ada profesor yang verlof, maka untuk sementara waktu tugas pengajaran digantikan oleh guru besar atau dosen lain. Para profesor menunjukan empati kepada aspirasi generasi muda akan masa depan Indonesia. Schepper mengkritik vonis Landraad Bandung terhadap Soekarno et al sampai mendapatkan ancaman pemecatan. Bersama van Asbeck, Kollewijn, Logemann, dan ter Haar, ia dikenal sebagai Panca Sarjana Hukum yang terlibat sebagai pendiri atau aktif di De Stuw.

Hoesein Djajadiningrat, pengampu Hukum Islam dan Lembaga-lembaga Islam serta Bahasa Sunda, adalah orang Indonesia pertama yang menjadi profesor. Soepomo menyusul untuk kursi Hukum Adat sebelum Perang Pasifik pecah. (Yu Un Oppusunggu)

Buitengewone hoogleeraar: Guru besar luar biasa
Buitengewone lector: Lektor luar biasa
De Stuw: Jurnal yang berusia pendek (1930-1934) yang dianggap kontroversial karena pandangannya yang beremansipasi dengan Hindia Belanda/Indonesia
Et al: Dan kawan-kawan
Hoogleeraar:  Guru besar tetap
Lector:  Lektor tetap
Personen aan wie een onderwijsopdracht is verstrekt: Orang-orang yang mendapatkan tugas pengajaran
Vak: Mata kuliah
Verlof: Cuti
Voorzitter: Ketua

Gambar : Cornelis van Vollenhoven
Sumber : Universiteit Leiden

Gambar: A. H. M. J. van Kan, Voorzitter pertama.
Sumber: Jaarboek der Nederlandsche Akademie van Wetenschappen (1944-1945)

Kurikulum Rechtshoogeschool

Kurikulum Rechtshoogeschool merupakan modus vivendi atas sikap kubu yang bersikukuh pada penerapan kurikulum yang sama dengan di Belanda versus kubu yang berpendapat yuris yang dihasilkan harus menjawab kebutuhan Hindia Belanda. Scholten merancang 24 mata kuliah yang memperhatikan kualitas yuris de règle, antara lain melalui mata kuliah Beginselen van het Romeinsch Privaatrecht dan Latijn; dan kebutuhan spesifik masyarakat Hindia Belanda akan ahli hukum melalui antara lain Intergentiel Recht. Dus, lulusan Rechtshoogeschool akan menjadi Indische jurist – yuris Hindia Belanda.

Kurikulum dan standar pendidikan Rechtshoogeschool memungkinkan mahasiswa untuk pindah dan melanjutkan studi di Universitas Leiden. Demikian dilakukan misalnya oleh Sudjono dan Yap Thiam Hien. Pembelajaran mimbar mata kuliah juga memperluas cakrawala kebangsaan. Selain itu, seperti pengakuan St. Takdir Alisjahbana, pendidikan hukum menumbuhkan minat akan Bahasa Indonesia. Masa studi normal untuk meraih gelar Mr. adalah empat tahun. Di tahun terakhir, mahasiswa memilih satu richting – Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Tata Negara atau Ekonomi-Sosiologi.

Lulusan dua jurusan pertama dapat menempuh karier sebagai advokat. Sementara spesialisasi lainnya dapat bekerja sebagai pegawai pemerintah. Namun, karena mahasiswa angkatan pertama banyak yang mengundurkan diri atau kesulitan melahap materi, pada tahun 1928 masa studi normal diperpanjang menjadi lima tahun. Rechtshoogeschool menerapkan studi bebas, yang berarti mahasiswa tidak wajib mengikuti perkuliahan. Manakala siap, mahasiswa mendaftarkan diri untuk mondeling examen di depan sang profesor. Eksesnya, terdapat euwig student karena tidak ada batasan masa studi. (Yu Un Oppusunggu)

Beginselen van het Romeinsch Privaatrecht: Prinsip-prinsip Hukum Perdata Romawi
Euwig student: Mahasiswa abadi
Intergentiel Recht: Hukum Antar golongan atau Hukum Antartata Hukum
Latijn: Bahasa Latin
Mondeling examen: Ujian Lisan
Richting: Jurusan

Gambar : Mahasiswa Rechtshoogeschool di kampus ca.1939 diprotret oleh Prof. B. ter Haar
Sumber: KITLV

Gambar: Pidato Prof. B. ter Haar saat dies natalis Rechtshoogeschool tahun 1939
Sumber: KITLV

Kampus dan Asrama Rechtshoogeschool

Perkuliahan awal Rechtshoogeschool meminjam Gedung Koninklije Natuurkundige Vereeniging di Koningsplein Zuid 11, sekarang Jl. Merdeka Selatan No. 11, Perpustakaan Nasional. Kampus permanen di Koningsplein West 13, sekarang Jl. Merdeka Barat No. 13, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Selesai dibangun circa Juli 1929. Bangunan berarsitektur kolonial ini berdampingan dengan Gedung Museum Bataviaasch Genootschap. Demikianlah terwujud lingkungan akademik yang dibayangkan oleh Scholten. Tapi hubungan intelektual keduanya sudah terjalin sebelum perpindahan Gedung, karena perpustakaan Rechtshoogeschool dengan 12.000 koleksinya meminjam ruangan di Gedung Museum.

Semenjak penghujung 1940, Rechtshoogeschool berbagi kampus dengan Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte. Sebagian mahasiswa, seperti Ide Anak Agung Gde Agung dan Oei Tjoe Tat, menghuni Asrama Pegangsaan Timur, bekas gedung Rechtsschool. Asrama mempunyai fasilitas ideal untuk Kesehatan fisik dan mental, plus berbagai surat kabar yang menyampaikan perkembangan mutakhir Hindia Belanda dan dunia internasional. Asrama ini berjarak kurang dari 1 Km dari kediaman Prof. F. M. Baron van Asbeck di Pegangsaän Oost 56 (sekarang Jl. Proklamasi No. 56). Ia membuka pintu rumahnya untuk diskusi dengan mahasiswa tentang berbagai hal termasuk masa depan Indonesia. Salah satu mahasiswa yang kerap bertandang adalah Mohammad Yamin.

Di rumah ini kelak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan! Lokasi tersebut sekarang menjadi Tugu Proklamasi. Sebagian mahasiswa tinggal di commensalen huis partikelir, seperti milik Sie Kong Liong di Jl. Kramat No. 106. (Yu Un Oppusunggu)

Commensalen huis: Pemondokan
Fakulteit der Letteren en Wijsbegeerte: Fakultas Sastra dan Filsafat
Koninklije Natuurkundige Vereeniging: Perkumpulan Ilmu Alam Kerajaan

Gambar : Gedung Koninklije Natuurkundige Vereeniging , Koningsplein Zuid 11 circa 1925, yang menjadi kampus sementara Rechtshoogeschool
Sumber : KITLV

Gambar: Foto udara, kiri Rechtshoogeschool (sekarang Kementerian Pertahanan Republik Indonesia), Kanan Museum Bataviaasch Genootschap (sekarang Museum Nasional)
Sumber: KITLV

Gambar: Gedung Rechtshoogeschool, Koningsplein circa 1930
Sumber: C. Lekkerkerker, Indië/Hindia (1931)

Mahasiswa Rechtshoogeschool

Angkatan pertama terdiri dari 20 orang Eropa, 16 orang Pribumi, dan 9 orang Timur Asing. Sejak awal terdapat 3 mahasiswi, dua Eropa dan satu Pribumi. Uniknya, lulusan pertama Rechtshoogeschool adalah seorang doktor. Herman Kahrel mempertahankan disertasi berjudul Verruimd Pandbegrip pada 18 Februari 1926. Mr. pertama adalah Oeng Tjiang Sin yang lulus pada 10 Agustus 1928. Di tanggal yang sama, Mohamad Nazief promovendus dari Prof. J.H. Boeke lulus dengan disertasi berjudul De Val van het Rijk Mérina. Alumni pertama adalah Desiree Tan Hoei Nio, yang lulus pada 26 Agustus 1931.

Selain mempunyai mahasiswa, Rechtshoogeschool juga menerima toehoorder seperti jurnalis kawakan Parada Harahap, yang mengambil sosiologi. Selain belajar, para mahasiswa juga aktif dalam mendidik masyarakat. Semua pengajar di Volksuniversiteit, yang didirikan oleh Perguruan Rakyat, adalah mahasiswa Rechtshoogeschool. Seperti Alisjahbana, namun beda minat, Sumanang tertarik dengan jurnalisme. Bersama rekan mahasiswa Wilopo dan wartawan M. Tabrani, ia mendirikan dan mengajar di Institut Jurnalistik dan Pengetahuan Umum. Mahasiswa dan alumni Rechtshoogeschool sangat dekat dengan dunia pers dan politik.

Gambar: Desiree Tan Hoei Nio (kiri), sarjana hukum wanita pertama lulusan Rechtshoogeschool (Mr. 1931)
Sumber: Sioe Yao Kan, Chinese Indonesian Heritage Center

Gambar : Promovendus Mohamad Nazief (Tengah) diapit paranymph, Batavia, 10 Agustus 1928.
Sumber: Koleksi Museum Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Liem Koen Hian, politikus Partai Tionghoa Indonesia dan jurnalis yang menjadi mahasiswa, mendirikan Kebangoenan bersama dengan Amir Sjarifuddin, Mohammad Yamin, dan Sanuse Pane. Sementara Hamid Algadri menjadi politikus di Partai Arab Indonesia Indonesia, lalu bergabung dengan Partai Sosialis Indonesia. Aktivitas politik mahasiswa tidak dihambat oleh Guru Besar. Sebagaimana diakui oleh Algadri, misalnya Prof. Logemann mempermudah kelulusan ujiannya agar ia bisa mengejar kereta menuju Cirebon untuk berorasi di rapat besar Partai Arab Indonesia. (Yu Un Oppusunggu)

De Val van het Rijk Mérina: Jatuhnya Kerajaan Merina
Toehoorder: Orang yang mengikuti pelajaran tetapi tidak ikut ujian
Verruimd Pandbegrip: Konsep Gadai yang Diperluas
Volksuniversiteit: Universitas Rakyat (yang sebenarnya sekolah menengah)

Sumpah Pemuda

Rechtshoogeschool merupakan magnet bagi lulusan AMS dan HBS. Ditingkat sekolah menengah, anak-anak ini sudah mendapatkan kesadaran kebangsaan dari interaksi dengan sesama siswa yang berasal dari berbagai penjuru Nusantara. Mereka yang memulai studi dalam usia rata-rata 22 tahun segera merasakan perbedaan kontras di bangku rechtshoogeschool dari etiket penyapaan Dames en Heeren para guru besar.

Sejumlah mahasiswa yang mempunyai hubungan guru-dan-murid dengan para profesor kemudian mencuat dalam sejarah Indonesia. Kehausan intelektual mereka mendorong terjadinya berbagai diskusi dengan para senior lulusan Belanda yang kembali ke Indonesia, seperti Mohammad Hatta, Soenario, dan Arnold Mononutu maupun tokoh nasionalis seperti Soekarno. Salah satu tempat diskusi penting adalah Jl. Kramat No. 106, pemondokan yang penghuninya mayoritas mahasiswa Rechtshoogeschool. Gedung ini merupakan markas Indonesische Clubhuis, dan lokasi Kongres Pemuda II, yang melahirkan Sumpah Pemuda. Sugondo Djojopuspito, Mohammad Yamin, dan Amir Sjarifuddin berturut-turut merupakan ketua, sekretaris, dan bendahara kongres. Bersama rekan-rekan dari Geneeskundigehoogeschool, mahasiswa Rechtshoogeschool dengan cermat menganalisis hambatan dan kendala untuk masa depan yang lebih baik.

Sebagaimana ikrar yang Yamin rumuskan. Suatu bangsa baru sudah lahir, Bangsa Indonesia! Mereka menyadari sepenuhnya bahwa bangsa muda ini harus disatukan melalui bahasa, hukum, dan pendidikan. Mereka berpaling pada Hukum Adat sebagai ideologi kebangsaan untuk mengatur dan mengikat suku-suku bangsa di Indonesia. (Yu Un Oppusunggu)

Dames en Heeren: Nona-nona/Nyonya-nyonya dan Tuan-tuan
AMS ( Algemene Middelbare School): Sekolah menengah dengan masa Pendidikan 3 tahun
Geneeskundigehoogeschool: Sekolah Tinggi Kedokteran (kemudian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)

Gambar: Amir Sjarifuddin (Mr.1933) saat menjadi siswa di Gymasium Haarlem, ca.1926
Sumber: KITLV

Gambar : Sugondo Djojopuspito (m.ca.1924)

Hukum dan Bahasa

Bahasa, sebagai ekspresi kebudayaan, mengandung buah pikiran suatu masyarakat. Bahasa juga menjadi alat menciptakan keteraturan dan ketertiban dalam hubungan bermasyarakat. Demikianlah hubungan erat antara bahasa dan hukum. Adanya mata kuliah Bahasa Melayu, Bahasa Jawa, dan Bahasa Latin dalam kurikulum Rechthoogeschool menunjukkan pentingnya penguasaan bahasa yang baik bagi yuris dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Di sisi lain, para mahasiswa sebagai pribadi multibahasa dengan bahasa ibu yang berbeda-beda menyadari pentingnya bahasa sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia.

Peranan menonjol Mohammad Yamin, Amir Sjarifuddin, St. Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, dan Amir Hamzah dalam memajukan bahasa Indonesia terlihat antara lain dalam Kongres Bahasa Indonesia I (1938) dan Pujangga Baru. Sebagai bahasa baru, Bahasa Indonesia belum banyak digunakan, dan karenanya belum memiliki kosakata teknis. Perkembangan pesat terjadi setelah Jepang melarang penggunaan Bahasa Belanda pada pertengahan tahun 1942. Alisjahbana menjadi Ketua Pelaksana Komite Bahasa Indonesia bentukan Jepang yang bertugas menerjemahkan berbagai kosakata teknis di bidang kedokteran, farmasi, teknik, dan hukum dari Bahasa Belanda ke Bahasa Indonesia. Hasil pekerjaan Komite ini adalah Kamoes Istilah I Asing-Indonesia.

Gambar: St. Takdir Alisjabana (Mr. 1942), ca. 1950
Sumber : A. Teeuw, Pokok dan Tokoh dalam Kesusasteraan Indonesia Baru (1953)

Gambar : Soewandi (Mr.1938), ca.1946
Sumber: Kepustakaan Presiden, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Namun untuk bidang hukum, kosakata teknis ini tidak pernah sepenuhnya diterima oleh para sarjana hukum ataupun diresmikan oleh Pemerintah Indonesia. Akibatnya, dalam praktik terjemahan Indonesia untuk istilah hukum Belanda tidak seragam. sehingga dalam praktiknya terjemahan Indonesia tidak seragam untuk istilah hukum Belanda. Alumnus Rechtshoogeschool, Suwandi mengganti Ejaan van Ophuijsen menjadi Ejaan Republik dalam penulisan bahasa Indonesia saat menjabat Menteri Pengajaran. (Yu Un Oppusunggu)

Rechtshoogeschool Ditutup

Pasca Restorasi Meiji, Jepang menjadi kekuatan industri baru. Namun, hubungan dagang yang terjalin dengan Hindia Belanda ternyata tidak menjamin pasokan kebutuhan industrinya. Ikut Amerika Serikat, Hindia Belanda menolak menjual minyak bumi kepada Jepang. Luluh lataknya Pearl Harbor membuat Amerika Serikat tidak mampu melindungi Lautan Teduh, sehingga Jepang dengan leluasa mencaplok Hindia Belanda yang kaya akan minyak. 8 Maret 1942 Batavia jatuh. Sebagian mahasiswa yang telah berhasil lulus doctoral-examen eerste gedeelte, seperti St. Takdir Alisjahbana dan Wilopo, diberikan gelar Mr. via nooddiploma.

Fakultas menugaskan Soepomo, yang belum setahun menjadi guru besar hukum adat, memimpin Rechtshoogeschool. Mengenakan kain dan blangkon, Soepomo menerima Komando Kenpeitai beserta Kompi Keempat yang datang untuk menduduki Gedung Rechtshoogeschool. Jepang mengambil alih gedung dan menutup Rechtshoogeschool. Para profesor Belanda menjadi interniran. Para serdadu melempar-lemparkan buku-buku perpustakaan ke luar jendela. Soepomo dan sejumlah orang lain berusaha menyelamatkan koleksi perpustakaan tersebut dengan membawanya ke Museum Bataviaasch Genootschap.

Gambar: Kendaraan militer Jepang di halaman Rechtshoogeschool yang kemudian menjadi markas Kenpeitai
Sumber: NIOD Institute voor Oorlogs-, Holocaust-en Genocidestudies

Sebagian mahasiswa mencari pekerjaan dengan ilmu yang mereka miliki di bidang swasta atau pemerintahan, seperti Oei Tjoe Tat. Mahasiswa lainnya, seperti Soebadio Sastrosatomo, terlibat dalam gerakan bawah tanah melawan pendudukan Jepang. Gedung Rechtshoogeschool kemudian menjadi markas Kenpeitai, dengan alamat baru – Jl. Gambir Barat No. 13, Djakarta. Berbagai usaha untuk membuka kembali Rechtshoogeschool di Jakarta selalu ditolak oleh Jepang. (Yu Un Oppusunggu)

Doctoral-examen eerste gedeelte:  Ujian doktoral bagian pertama
Nooddiploma: Ijazah darurat
Kenpeitai: Polisi militer Jepang
Interniran: Tawanan perang

Dari Rechtsschool dan Rechtshoogeschool untuk Indonesia

Cita-cita seorang remaja membuka cakrawala kita akan ilmu pengetahuan hukum sebagaimana dikenal di barat. Rechtshoogeschool, dan Rechtsschool merupakan tanggapan dari cita-cita tersebut, dirancang untuk menghasilkan sarjana hukum unggul yang mampu menjawab kebutuhan Hindia Belanda akan yuris yang cakap. Sekolah ini menjalankan misinya dengan baik. Dilengkapi dengan literatur mumpuni dan pengajar yang kompeten, di Rechtshoogeschool tercipta atmosfer akademis yang dinamis.

Pendidikan yang berjalan membentuk wawasan mahasiswa akan visi Indonesia. Dikuasai oleh Zeitgeist, mereka menjadi pemikir kebangsaan yang kelak menakhodai pelbagai bidang – hukum, kehakiman, politik, pemerintahan, pers, kebudayaan, bahasa, dan pendidikan. Soepomo menjadi arsitek Undang-Undang Dasar 1945; Koesoemah Atmadja menjadi suri teladan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia; Amir Sjarifuddin dan Wilopo menjadi Perdana Menteri; Hazairin, Ida Anak Agung Gde Agung dan Oei Tjoe Tat menjadi Menteri; Sudjono menjadi diplomat; Sumanang adalah jurnalis-cum-pendiri Kantor Berita Antara; St. Takdir Alisjahbana menjadi begawan bahasa; Yap Thiam Hien menjadi pejuang HAM, dan Djokosoetono menjadi guru pandita bagi berbagai perguruan tinggi. Lima belas orang dari mereka dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional. Sementara Sebagian besar harum namanya karena kontribusi mereka bagi Indonesia.

Meski sebagian lain menjadi tokoh kontroversial dalam sejarah, namun hal tersebut tidak bisa menghapuskan kontribusi mereka bagi Indonesia. Dengan talenta, keterbatasan dan cita para pribadi, dalam waktu kurang dari satu generasi pendidikan tinggi hukum yang Rechtshoogeschool berikan telah berkontribusi dalam melahirkan bangsa Indonesia dan kemerdekaan Indonesia. Kronologis ini membuktikan bahwa perubahan besar dimulai oleh suatu angan luhur belaka. (Yu Un Oppusunggu)

Gambar : para pahlawan nasional dari Rechtsschool dan Rechtshoogeschool.

  1. Soepomo, (Rechtsschool, 1923, Prof., 1941)
  2. Hazairin (Mr. 1935, Dr. 1936)
  3. Mohammad Yamin (Mr. 1933)
  4. Sahardjo (Mr. 1942)
  5. Kasman Singodimedjo (Mr. 1939)
  6. Sjafroeddin Prawiranegara (Mr. 1940)
  7. I Gusti Ketut Puja (Mr. 1934)
  8. Ida Anak Agung Gde Agung (Mr. circa 1950)
  9. Amir Hamzah (Mr. 1942)
  10. N. Palar (m. 1927)
  11. Koesoemah Atmadja (Rechtsschool, 1919)
  12. Iwa Koesoemasoematri (Rechtsschool, 1921)
  13. Soekardjo Wirjopranoto (Rechtsschool, 1923)
  14. Soepeno (m. circa 1937)
  15. Teuku Muhammad Hasan (m. circa 1928)

Cum : Dan
Zeitgeist: Semangat Zaman
m:  mulai studi di Rechtshoogeschool